Makkah Mean Time

Wiji Al Jawi
3 min readJun 5, 2019

--

Batas Penanggalan Internasional GMT yang zig zag terhadap garis bujur 180 derajat GMT (sumber gambar: https://www.baishavaad.org/on-the-edge-the-international-date-line-in-halacha/)

Makkah Mean Time (MMT) adalah gagasan untuk menjadikan kota Makkah sebagai acuan garis bujur 0 derajat menggantikan Greenwich Mean Time (GMT).

Saat ini kota Makkah berada di 39,49 derajat Bujur Timur (BT) GMT, sehingga MMT akan membuat garis bujur 180 derajat berada di antara 140–141 derajat Bujur Barat (BB) GMT. Garis bujur 180 derajat inilah yang menjadi awal permulaan tanggal atau Batas Penanggalan Internasional.

Kota Makkah sebagai garis bujur 0 derajat MMT tidak bisa dijadikan Batas Penanggalan Internasional, sebagaimana kota Greenwich yang merupakan bujur 0 derajat GMT.

Hal ini karena Batas Penanggalan Internasional harus berada di daerah yang jarang penduduk, utamanya lautan, agar pergantian tanggal tidak terlalu berdampak pada wilayah berjarak dekat di sisi barat dan timur dari batas penanggalan tersebut.

Contohnya jika batas penanggalan berada pada MMT 0 derajat, maka Riyadh dan Jeddah akan memiliki hari yang berbeda. Padahal jarak 2 kota tersebut hanya selisih 7 derajat, artinya jika dipisahkan hanya selisih waktu kurang dari setengah jam.

Namun beda waktu kurang dari setengah jam tersebut sudah dihitung berada pada hari yang berbeda karena Riyadh berada di sebelah timur Makkah, dan Jeddah berada di sebelah barat Makkah.

Hal ini akan menyulitkan sistem administrasi, baik bisnis maupun non bisnis, pada wilayah tersebut. Dan kasus tersebut akan berdampak pada banyak kota, karena MMT 0 derajat melintasi daratan dengan banyak wilayah berpenduduk padat.

Karena itulah batas penanggalan tetap berada di MMT 180 derajat, yaitu di antara 140–141 derajat Bujur Barat (BB) GMT, yang berlokasi di Lautan Pasifik.

Di antara penentang gagasan MMT adalah Thomas Djamaluddin dari LAPAN. Alasannya karena garis bujur 180 derajat MMT akan memotong Alaska, sehingga Kanada dan Alaska yang satu wilayah daratan terpaksa harus berbeda hari. Misalnya di Alaska hari Senin sedangkan di Kanada masih Ahad.

Namun alasan tersebut sangat lemah, karena garis bujur 180 derajat GMT memotong lebih banyak daratan daripada garis bujur 180 derajat MMT, yaitu daratan Rusia dan beberapa pulau di Republik Fiji.

Pada kasus Republik Kiribati, negara kepulauan di Pasifik yang berpenduduk 110.000 jiwa, selisih waktu antara wilayah timur dan barat negara tersebut hanya sekira 2 jam. Namun karena garis bujur 180 derajat GMT memotong negara tersebut, maka wilayah timur dan barat negara tersebut berada pada 2 hari yang berbeda.

Karena itu pada tahun 1995, Kiribati memutuskan untuk mengubah zona waktunya agar seluruh wilayah negaranya berada pada 1 hari yang sama.

Begitu pula Samoa yang pada 2011 mengubah zona waktunya agar proses bisnis Samoa berada pada hari yang sama dengan Selandia Baru dan Australia.

Karena itulah garis Batas Penanggalan Internasional GMT terlihat memiliki banyak zig zag di peta. Sementara Batas Penanggalan Internasional (garis bujur 180 derajat) MMT, jika disepakati, hanya memiliki lebih sedikit zig zag yaitu di Alaska di mana Batas Penanggalan Internasional dimajukan ke arah barat di Selat Bering.

Penggunaan MMT akan tetap membuat Indonesia dan Arab Saudi berada pada hari yang sama, sama seperti GMT, di mana Indonesia lebih awal 4 jam dari Arab Saudi.

Awal permulaan tanggal akan tetap bermula dari timur, yaitu Lautan Pasifik, hanya “lebih maju” 3 jam dari GMT.

MMT akan membantu usaha penyatuan Kalender Muslim, sekaligus menyelaraskan perayaan hari-hari besar Islam. Sehingga MMT merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya mewujudkan Kalender Hijriyah yang mandiri, tanpa bergantung pada Kalender Masehi.

--

--